Jagat maya kini dipenuhi
dengan akun-akun dengan identitas yang tersembunyi. Di Twitter,
misalnya, kita bisa dengan mudah menjumpai berbagai akun pseudonim atau
akun anonim yang tidak menggunakan identitas asli atau atas nama
pribadi. Akun tersebut tidak diketahui pengelola atau adminnya.
Jika terjadi dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan pengelola akun anonim tersebut, bagaimana polisi bisa mengungkapnya? Contoh teranyar adalah tudingan penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilaporkan Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effedy terhadap pemilik akun @TrioMacan2000 dan @Fajriska.
Ahli digital forensik, Ruby Alamsyah, mengatakan akun boleh-boleh saja menggunakan nama atau alamat surat elektronik samaran. “Tetapi pengguna aslinya tetap manusia asli yang menggunakan teknologi sebagai tools-nya,” ujar Ruby, Rabu, 28 November 2012.
Menurut dia, kegiatan cybercrime selalu meninggalkan cybertrail atau jejak digital. “Tinggal bagaimana menemukan cybertrail dan menelusurinya dengan tepat dan benar,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Ruby, perlu dilakukan investigasi detil terlebih dahulu dan menemukan bukti-bukti nyata terhadap penggunaan, baik untuk account pseudonim ataupun tidak. “Setelah faktanya didapatkan, barulah dapat dipastikan perkaranya ditujukan kepada siapa,” ujarnya.
Bahkan, ketika akun itu telah dibunuh, Ruby menambahkan, penyidik bisa membukanya kembali dan dijadikan bukti. Caranya, kata Ruby, dengan melakukan reactivate account dengen login asli pemilik account tersebut sebelumnya.
“Bila penyidik telah mendapatkan digital evidence dari tersangka dan mendapatkan informasi username dan password-nya pada barang bukti digital tersebut,” ujarnya. Hanya saja, cara ini efektif hanya bisa dillakukan dalam kurun waktu 30 hari setelah account Twitter tersebut dihapus. Jika lewat, wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar